Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Yang Penting Perbaiki Sholat, Meski Tak Berjuang Menegakkan Khilafah

Jumat, 23 Agustus 2024 | 08:03 WIB Last Updated 2024-08-23T01:03:30Z

TintaSiyasi.id -- Ada orang yang berpendapat seperti judul di atas. Alasannya ada hadis yang menyatakan jika shalatnya baik maka selamat. Anggapan seperti ini bisa ditanggapi dengan beberapa alasan:

Pertama. Setiap kewajiban yang dilalaikan akan menyebabkan pelakunya jatuh pada dosa. Karena definisi wajib adalah “maa yutsabu ‘ala fi’lihi wa yu’aqabu ‘ala tarkihi”. Wajib adalah sesuatu (baik perbuatan dan perkataan) yang diberi pahala bagi pelakunya dan disanksi bagi yang meninggalkannya. (syarah waroqot hal. 9). 

Menegakkan khilafah hukumnya wajib, sebagaimana dinyatakan oleh ulama dari berbagai kelompok Islam termasuk imam empat madzhab. Maka melalaikan dari menegakkan khilafah adalah sebuah kemaksiatan besar dan pelakunya berdosa. Khilafah adalah institusi yang akan menegakkan syariah, menyanksi orang yang tidak shalat. Banyak hukum Islam yang terlantar karena ketiadaan khilafah. Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah juz 2 menyatakan:

والقعود عن إقامة خليفة للمسلمين معصية من أكبر المعاصي، لأنها قعود عن القيام بفرض من أهم فروض الإسلام، ويتوقف عليه إقامة أحكام الدين، بل يتوقف عليه وجود الإسلام في معترك الحياة

Tidak berjuang mengangkat seorang khalifah bagi kaum Muslim adalah satu kemaksiatan dari kemaksiatan-kemasiatan yang besar, karena melalaikan dari melakukan satu kefardhuan dari kefardhuan-kefardhuan Islam yang paling penting. Di mana tegaknya hukum-hukum Islam bergantung padanya. Bahkan keberadaan Islam itu sendiri dalam kancah kehidupan bergantung pada keberadaan khilafah. 

Kedua. Dalam sejumlah hadis disebutkan bahwa amal yang akan menghantarkan Ridha dan Rahmat Allah dan akhirnya Allah akan masukkan pelakunya ke dalam surga adalah melaksanakan kefardhuan tanpa menguranginya. Kefardhuan yang dimaksud bukan hanya shalat. Tapi juga puasa dan kefardhuan lainnya. Dari Thalhah Ibn ‘Ubaidillah, beliau menyebutkan telah datang seorang Arab Badui, lalu bertanya pada Rasulullah. 

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا فَقَالَ أَخْبِرْنِي مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا فَقَالَ أَخْبِرْنِي بِمَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الزَّكَاةِ فَقَالَ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَالَ وَالَّذِي أَكْرَمَكَ لَا أَتَطَوَّعُ شَيْئًا وَلَا أَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ شَيْئًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ أَوْ دَخَلَ الْجَنَّةَ إِنْ صَدَقَ

"Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shalat?" Maka Beliau menjawab: "Shalat lima kali kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathawwu' (sunnah)". Orang itu bertanya lagi: "Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shaum (puasa)?" Maka Beliau menjawab: "Shaum di bulan Ramadhan kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathawwu' (sunnah)". Orang itu bertanya lagi: "Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang zakat?" (Thalhah bin 'Ubaidullah) berkata: Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan kepada orang itu tentang syari'at-syari'at Islam. Kemudian orang itu berkata: "Demi Dzat yang telah memuliakan anda, Aku tidak akan mengerjakan yang sunnah sekalipun, namun aku pun tidak akan mengurangi satupun dari apa yang telah Allah wajibkan buatku". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Dia akan beruntung jika jujur menepatinya atau dia akan masuk surga jika jujur menepatinya".

Pada hadis ini Rasulullah tidak hanya menjelaskan tentang shalat dan puasa namun juga menjelaskan syariat-syariat Islam yang lain. Lalu penanya berkomitmen menjalankan syariat Islam tanpa menguranginya. Selanjutnya Rasulullah menyatakan ia “aflaha” (beruntung) atau masuk surga jika ia benar dengan komitmennya. Berdasarkan hadis ini jelas bahwa yang akan membuat beruntung atau masuk surga adalah dengan menjalankan syariat Islam atau menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Khilafah adalah institusi yang akan melaksanakan syariat Islam. Maka berjuang menegakkan khilafah adalah jalan keberuntungan yang akan menghantarkan ke surga.

Ketiga. Berkaitan hadis yang dijadikan sandaran orang yang berpandangan di atas adalah hadis tentang amal yang paling awal dihisab. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabada:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ 

Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya bagus maka ia beruntung dan selamat. Jika buruk maka ia gagal dan rugi. Jika ada suatu kekurangan dari amal fardhunya maka Allah berkata: “lihatlah apakah hambaku mengerjakan amal yang sunnah. Dimana amal sunnah tersebut akan menyepurnakan kekurangan amal fardhunya? Kemudian demikianlah seluruh amalnya akan dihisab (HR. Abu Dawud, An-Nasai dan At Tirmidzi).

Ibnul Malik menjelaskan makna “shaluhat” yaitu bagusnya dan sahnya pelaksanaan shalat sehingga pelakunya “aflaha wa anjaha” yaitu beruntung dan berhasil/selamat. Berhasil meraih apa yang dicari. Sebaliknya “fasadat” maknanya adalah tidak melaksanakan shalat atau melaksanakan namun tidak sah, karena tidak terpenuhi syarat dan rukunnya. Maka jadilah ia “khaba” yaitu terhalang dari meraih pahala dan “khasira” yaitu terkena sanksi (Mirqah al-Mafatih juz 3 hal 889)

Hadis ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa dengan memperbaiki shalat maka seseorang terbebas dari kewajiban syariat yang lain. Tidak sama sekali. Hal ini dapat dipahami dari ujung hadis ini yang menyatakan:

 ( ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ )

Kemudian demikian pula untuk semua amal shalih (saairu ‘amalihi). 

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi juz 2 hal. 384 disebutkan

 أَيْ إِنِ انْتَقَصَ فَرِيضَةً مِنْ سَائِرِ الْأَعْمَالِ تُكَمَّلُ مِنَ التَّطَوُّعِ "

Yaitu jika ada kekurangan dalam menjalankan kefardhuan dari seluruh amal shalih (shalat, zakat, haji, hudud, dll) maka amal sunnah yang akan menjadi penyempurnanya.

Kesimpulannya: seorang pejuang syariah dan khilafah mesti harus terus memperbaiki seluruh amalnya. Khususnya amal fardiyah seperti shalat. Menjaga syarat dan rukunnya, sunah-sunah dan adabnya, kekhusyu’an dan tumakninahnya. Di awal waktu dan berjamaah di masjid. Demikian pula orang yang telah shalat tidak boleh hanya mencukupkan dengan amal shalatnya. Karena kewajiban dari syariat ini banyak. Dan setiap kewajiban akan dihisab. Orang yang baik shalatnya justru rindu syariat Allah tegak di bumi Allah. Kerinduannya diwujudkan dengan berjuang menegakkan khilafah. Karena khilafah sendiri adalah bagian dari kewajiban agama. Bahkan ia merupakan mahkota kefardhuan, di mana banyak kefardhuan Islam yang bergantung padanya. Wallahu ta’ala a’lam bi ash showab
Semoga bermanfaat dan diberikan kepahaman dengan fahman shahihan. Aamiin. []

Banjarmasin, 15 Shofar 1446 H / 20 Agustus 2024


Guru Wahyudi Ibnu Yusuf
Pemimpin Pondok Pesantren Darul Ma'arif Kalsel

Opini

×
Berita Terbaru Update