Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

PP Nomor 28 Tahun 2024 Bermasalah, Justru Mendorong Remaja dan Pelajar Berbuat Zina

Rabu, 28 Agustus 2024 | 16:33 WIB Last Updated 2024-08-28T22:57:08Z

TintaSiyasi.id -- Menanggapi adanya PP no.28 tahun 2024 tentang Kesehatan Reproduksi, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menegaskan, PP No.28 tahun 2024 bermasalah.

"Kalau belum menikah, berarti ini pra-marital seks, jadi hubungan di luar pernikahan. Jika ini yang menjadi sasaran PP no.28, maka edukasi, pemeriksaan, dan konseling, termasuk penyediaan alat kontrasepsinya, sama saja memfasilitasi remaja melakukan hubungan di luar nikah alias perbuatan zina. Maka PP ini bermasalah," paparnya dalam Sepulang Mengajar bertajuk Kacau! Peraturan Pemerintah Pelegalan Alat Kontrasepsi, Sudah Sah?! di kanal YouTube Guru Muslimah Inspiratif, Ahad (11/08/2024).

"Saya sepakat dengan beberapa pernyataan anggota dewan, juga satu ormas Islam sudah bersuara keberatan dengan PP no. 28 karena memfasilitasi remaja dan pelajar melakukan perbuatan zina, atau hubungan biologis di luar pernikahan," ujarnya.

Ia mengatakan, dari sisi adanya konseling, screening pemeriksaan kesehatan, dan tes darah bagi remaja, sangat bagus dan setuju.

"Ada bagian PP no.28 Pasal 1.9, tentang pelayanan penyediaan alat kontrasepsi untuk pasangan usia subur yang penting pasangan suami istri, untuk mengatur jarak kelahiran, supaya anak sehat atau istri sedang sakit, tetapi berikutnya ada untuk usia produktif berisiko tinggi atau usia subur berisiko tinggi, itu yang menjadi pertanyaan," sesalnya.

“Siapa usia subur berisiko tinggi tersebut? Kalau saya analisis ada dua kemungkinan: pertama, pelajar dan remaja. Mereka masa usia subur, mudah hamil. Kedua, orang-orang pelaku penyimpangan seksual. Kaum sodom, yang berusia produktif, subur dan risiko tinggi,” terangnya.

Namun katanya, pemerintah mengatakan ini buat pelajar, terutama yang sudah menikah. Apakah undang-undang pendidikan atau aturan di bawahnya membolehkan pelajar yang menikah? Karena kalau sudah menikah, tidak mungkin pelajar di statusnya. Secara peraturan juga berat untuk diterima di sekolah.

Multi Tafsir dan Normalisasi 

Menurut Iwan, tidak difasilitasi pun remaja sudah melakukan apalagi difasilitasi. "Makin amburadul. Jadi seakan-akan para pelajar boleh melakukan dengan pengaman? Ini multi tafsir," sebutnya.

"Kalau dikatakan untuk yang sudah menikah, tetapi jadi multi tafsir karena tidak ada kalimat terlarang bagi pelajar atau remaja di luar pernikahan. Praktiknya bisa ditarik kemana-mana, bisa digunakan untuk remaja atau pelajar yang sudah menikah atau pun belum. Ketika mereka melakukan hubungan di luar nikah, ini menjadi persoalan besar karena jumlah remaja yang terdata melakukan hubungan di luar pernikahan ternyata tinggi sekali," jelasnya.

Iwan mengungkapkan bahwa data BKKBN bulan Maret, 54 persen remaja putri (sudah lebih dari separuhnya), dan putra 70 persen pernah melakukan hubungan di luar nikah. Jika data BKKBN tersebut benar, menandakan ada problem dalam kehidupan sosial dan reproduksi remaja. Kenapa? secara sosial ada semacam normalisasi, memandang itu biasa.

"Di kalangan remaja ada semacam pandangan tidak apa-apa berbuat demikian, yang penting tanggung jawab, tidak ribut, yang penting suka sama suka, tidak ada paksaan, tidak ada yang dirugikan dalam hubungannya. Hal tersebut sudah dianggap normal oleh remaja, pelajar dan mahasiswa," mirisnya.

Menurutnya, banyak argumentasi bergejolak di kalangan anak muda dan pelajar yang permisif dan serba boleh. Hal tersebut dipandang perkara yang oke saja. Tidak ada masalah atau pun paksaan, yang penting consent. Tidak menikah pun tidak apa-apa, yang penting tidak ada yang dirugikan dalam hubungan tersebut, sudah normalisasi.

"Menormalkan perilaku yang sebetulnya tidak sehat, dalam pandangan agama ini kategori zina. Dan itu dosa besar, pungkasnya. [] Tari Handrianingsih

Opini

×
Berita Terbaru Update