TintaSiyasi.id -- Aksi Jokowi mengajak deretan artis dan influencer ke IKN mendapat kritikan dari pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga.
Menurutnya, kehadiran influencer bersama Jokowi di IKN aneh dan mengejutkan.
Sebab, tidak jelas relevansi dan urgensi kehadiran influencer dengan rencana Jokowi berkantor tiga hari di IKN.
Kalau yang menjadi tujuan menghadirkan influencer diharapkan dapat mengcounter semua isu negatif, seperti ketidakberesan pembangunan dasar IKN, minimnya investor hingga Jokowi gagal berkantor di IKN pada awal Juli 2024, tentu relatif keliru. Sebab, investor kelas kakap tentu tidak mengkonsumsi medsos yang kerap digunakan influencer untuk menyampaikan kontennya. Bahkan investor juga tidak menjadi pengikut influencer tersebut. Artinya, melibatkan influencer dalam kegiatan Jokowi berkantor tiga hari di IKN sangat tidak efisien dan tidak efektif.(tribbunnews.com, 29/7/2024)
Dilansir dari sindonews.com (31/7/2024), Pengamat Anggaran Politik sekaligus Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai mengajak artis, influencer ke IKN tersebut merupakan pemborosan uang negara dan hanya sebuah keputusasaan saja.
Uchok pun yakin setelah Jokowi pensiun dari jabatan presiden, proyek IKN akan mangkrak seperti proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Dia juga menilai proyek IKN membuat citra Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka buruk di mata publik.
Bukan saja Uchok, sebelumnya banyak pengamat memprediksi proyek IKN akan mangkrak. Mulai dari Said Didu hingga Mardigu Wowiek. Bahkan mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra pun menilai proyek IKN akan mangkrak sebagaimana proyek Hambalang.
Begitulah, kunjungan ke IKN dengan membawa banyak influencer sejatinya hanya membebani anggaran negara. Selain itu, langkah tersebut justru menguatkan isu negatif bahwa pembangunan dasar IKN masih banyak persoalan dan terancam gagal. Banyak foto dan video yang beredar di masyarakat justru dijadikan bahan lelucon dengan mengatakan bahwa ibukota baru layaknya "Ghotam City" alias seperti rumah Batman. Desain garuda nan gagah perkasa lebih terlihat seperti kelelawar raksasa.
Anehnya, para influencer yang ikut pun seolah menutup mata atas semua persoalan pembangunan IKN. Pencitraan juga makin tampak ketika kunjungan tidak disertai dengan kunjungan kepada masyarakat yang terdampak pembangunan IKN.
Pembangunan IKN memang syarat kapitalisme, pendanaannya bertumpu pada APBN dengan alasan masuk dalam proyek strategis nasional. Hingga hari ini, pembangunan IKN menyisakan banyak konflik agraria yang terbukti merampas ruang hidup masyarakat. Ditambah lagi, banyaknya pejabat tidak amanah yang lahir dari sistem demokrasi telah melahirkan trik-trik dan manuver-manuver demi meraih kepentingan pihak tertentu tidak peduli halal atau haram. Kepentingan yang dimaksud adalah para investor dan pemangku kebijakan. Sementara di tengah kondisi perekonomian rakyat yang makin sulit, pembangunan IKN tentu saja hanya menjadi beban bagi masyarakat dan negeri.
Infrastruktur dalam Islam
Dalam Islam, infrastruktur dipandang sebagai salah satu pilar membangun peradaban. Penyediaan layanan kepada masyarakat, kegiatan ekonomi, dan upaya perwujudan kesejahteraan, sangat tergantung pada infrastruktur yang ada.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur meniscayakan negara mengambil peran yang sangat penting. Syariat menetapkan penyediaan infrastruktur menjadi tanggung jawab negara dan harus dilakukan secara independen, tidak tergantung pada asing. Negara juga akan memastikan pembangunan infrastruktur tepat guna sesuai kebutuhan rakyat dan negara.
Khilafah akan menjalankan semua program pembangunan dan pengurusan rakyat dengan efektif dan efisien termasuk dalam penggunaan anggaran negara. Dalam pembangunan apapun yang dilakukan khalifah selalu dibangun oleh satu paradigma bahwa pembangunan tersebut harus ditujukan untuk kemaslahatan seluruh rakyat, bukan kepentingan segelintir orang.
Selain itu, pembangunan wajib mempertimbangkan kemudharotan yang mungkin ditimbulkan dan berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar pembangunan. Khilafah akan melakukan pembangunan yang merata di setiap wilayah. Sehingga setiap wilayah layak menjadi ibukota tidak ada ketimpangan pembangunan yang berujung urbanisasi hebat.
Alhasil, tidak akan kita temukan pemindahan ibukota akibat tidak kondusifnya ibukota sebelumnya. Tidak hanya itu, pembangunan dalam Islam dilaksanakan oleh pejabat yang amanah dan memahami bahwa tanggung jawab pengurusan rakyat bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Allah SWT sehingga menyalahgunakan anggaran negara atau menggunakan anggaran negara bukan untuk kepentingan rakyat akan dijauhi.
Model ideal yang seharusnya menjadi contoh pembangunan kota baru untuk menjadi IKN adalah pembangunan Kota Baghdad yang menjadi ibu kota Khilafah Abbasiyah sekaligus menjadi kota dengan desain terbaik di masanya.
Kota yang dibangun oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur dengan kas negara yang surplus karena Khalifah Abu Ja’far al-Manshur benar-benar meletakkan dasar-dasar ekonomi Islam dan mampu mengelola keuangan negara dengan penuh ketakwaan. Sehingga, tidak pernah terjadi defisit anggaran. Bahkan, saat Khalifah Al-Manshur meninggal dunia, harta yang tercatat di dalam kas negara masih surplus sebanyak 810.000.000 dirham.
Dengan kas negara yang surplus itulah Khalifah Al-Manshur mampu mendanai pembangunan Kota Baghdad tanpa mengharapkan investasi maupun utang. Dilansir dari republika.co.id yang berjudul Daulah Abassiyah: Abu Ja'far Al-Manshur (754-775 M) Membangun Imperium, tertulis bahwa dana kas negara yang dihabiskan untuk membangun Baghdad mencapai 3,88 juta dirham.
Demikianlah, gambaran negara yang berhasil membangun ibu kota baru. Dengan sistem pengelolaan harta sesuai syariah, khilafah memiliki kekuatan finansial maupun ketepatan kebijakan karena berasaskan sistem yang diturunkan Allah SWT.
Sehingga, negara mampu dan berdaulat dalam upaya menyejahterakan rakyat, memenuhi semua aspek kelayakan kota, mulai dari perencanaan, pertimbangan politik, pertahanan keamanan, arsitek dan tata kota, kemaslahatan rakyat, ekonomi, bahkan pendanaan pembangunannya. Tidakkah kita merindukannya? []
Nabila Zidane
Jurnalis