Tintasiyasi.id.com -- Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN. Jumlah pengangguran mencapai 7,2 juta pada Februari 2024 (katadata,07/05/2024). Ini tidak termasuk ibu rumah tangga maupun pelajar dan mahasiswa. Tentu ini adalah angka yang sangat fantastis.
Tingginya angka pengangguran memang akan berbanding lurus dengan tingkat kriminalitas dan kemiskinan. Sebab, dengan menganggur seseorang tidak akan memiliki penghasilan untuk menafkahi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya.
Hidup pun ala kadarnya Sehingga tidak sedikit yang akhirnya mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhannya baik dengan mencuri, merampok, pinjol maupun judol.
Lebih miris lagi ditengah tingginya angka pengangguran, justru negara mengambil kebijakan yang justru memperparah keadaan. Ini memang konsekuensi globalisasi yang menjadikan arus barang dan jasa bebas tanpa kontrol negara.
Kebijakan impor menjadikan pengusaha dalam negeri pada akhirnya banyak yang gulung tikar. Ditambah lagi pajak yang tinggi. Bahkan program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang masih ditunda pelaksanaannya akan semakin menambah beban penderitaan pengusaha, pasti akan mempersulit tersedianya lapangan kerja. Sebab para pengusaha semakin dipersulit dari berbagai sisi.
Tingginya angka pengangguran adalah bukti kesekian gagalnya negara mensejahterakan rakyat. Bagaimana rakyat akan hidup sejahtera jika pekerjaan saja sulit di dapat. Dari mana rakyat akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya?
Padahal dalam islam, bekerja hukumnya adalah wajib bagi laki-laki dewasa. Akan tetapi kewajiban ini sulit ditunaikan karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadai.
Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT mencintai setiap orang beriman yang bekerja (mencari nafkah), yang merupakan ayah dari keluarga (tulang punggung keluarga). Dan (Allah) tidak suka kepada penganggur (tidak bekerja) yang sehat, baik dalam urusan dunia maupun akhirat."
Dalam islam negara berperan penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Pertama, negara harus mengelola kekayaan dengan benar. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Pengelolaan kepemilikan umum seperti sumber daya alam berupa barang tambang, hasil laut, hasil hutan, dll. Ini berpotensi terbukanya lapangan kerja yang luas bagi rakyat. Negara tidak boleh membiarkan kekayaan ini dijarah oleh swasta atas nama investasi.
Kedua, negara harus memudahkan regulasi dalam mengatur urusan rakyat. Negara tidak boleh mempersulit rakyat apalagi memalak harta rakyat dengan berbagai pungutan seperti pajak dan biaya administrasi. Dengan begitu rakyat akan mudah dalam membuka usaha.
Ketiga, negara juga hadir dengan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis islam. Output pendidikannya adalah para ulama dan para ahli di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu kurikulum pendidikan juga diarahkan untuk melahirkan individu yang punya keahlian dan profesional.
Tentu hal ini tidak sulit diwujudkan, karena dalam sistem islam pendidikan gratis bagi seluruh warga negara. Terbukanya lapangan kerja yang luas dan tersedianya tenaga profesional menjadi kunci kesejahteraan rakyat. Wajar dalam sejarah islam tampak kesejahteraan bukan mimpi, tapi fakta yang benar-benar dirasakan rakyat.
Keempat, negara dengan pengelolaan kekayaan yang benar akan memiliki dana yang banyak di baitul mal. Negara bisa menghibahkan modal bagi rakyat yang mampu untuk membuka bisnis atau meminjamkan modal.
Dengan cara ini setiap rakyat yang punya keahlian bisnis tidak akan menganggur sebab kurangnya modal. Bahkan dia akan membuka lapangan pekerjaan bagi yang lain dengan modal pembelian negara.
Tercatat dalam sejarah, masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.Pada suatu hari, ia pernah memerintahkan Yazid bin Abdurrahman yang saat itu seorang Gubernur Baghdad, untuk membagikan harta baitul maal yang sudah berlimpah di baitul maal.
Namun Yazid menyatakan bahwa hampir semua orang sudah mendapatkannya. Akhirnya, Umar pun memerintahkan Yazid bin Abdurrahman untuk mencari orang yang sedang usaha dan membutuhkan modal. Ia membuat kebijakan untuk memberikan modal tersebut dan tanpa harus mengembalikannya. Sungguh kesejahteraan seperti ini sangat niscaya selama hukum Allah menjadi aturan hidup. Wallahu'alam bishshawwab.
Oleh: Nurjannah Sitanggang
(Aktivis Muslimah)