Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pemilih Cerdas Akan Memilih Pemimpin yang Amanah

Sabtu, 06 Juli 2024 | 18:33 WIB Last Updated 2024-07-06T11:34:08Z

TintaSiyasi.id -- Belakangan ini banyak artis yang mulai melirik profesi baru sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Dengan popularitas yaang mereka miliki, mereka dengan yakin bertarung dalam Pilkada 2024.

Di Kabupaten Bandung ada nama Sahrul Gunawan. Mantan pemain sinetron tersebut digadang-gadang akan kembali maju dalam Pilbup Bandung 2024. Adapun Bupati Bandung, yakni Dadang Supriatna dipastikan maju kembali dalam pilkada nanti. Beberapa kalangan artis sudah merapat demi bisa mendampinginya. Di antaranya, Charly Van Houtten, Eksanti, hingga Ali Syakieb, yang menjadi pertanyaannya, apakah dengan berbondong-bondongnya artis memangku kekuasaan mampu merubah berbagai kerusakan dan keterpurukan di tempat mereka menjabat? 

Hadirnya para pesohor ke kancah politik adalah untuk meraih suara rakyat, atau bisa dikatakan para artis tersebut hanya sebagai pemanis saja. Meski tidak dimungkiri, diantaranya memiliki kemampuan berpolitik, tetapi ketika berhasil duduk di kursi panas, mereka nyatanya tidak membawa perubahan yang signifikan bagi rakyat. 

Hingga kini, banyak rakyat masih dalam kesulitan. Mereka terpaksa mengikuti aturan kebijakan yang dibuat oleh mereka. Hal ini membuktikan, adanya para pesohor itu tidak juga berdampak positif bagi rakyat. Pada akhirnya, tidak bisa disalahkan manakala muncul anggapan kepentingan yang ada hanya sebatas materi. Kesenangan duniawi saja yang mereka inginkan. Misalnya, ambisi berkuasanya partai, keinginan mendapatkan kehormatan, gaji besar, fasilitas mewah, dan sebagainya. 

Inilah kelemahan sistem demokrasi, fenomena ini menjadi alarm bagi demokrasi. Siapa pun dapat menjadi caleg atau wakil rakyat, bahkan menjadi pejabat eksekutif, tidak perlu memiliki keahlian atau pendidikan khusus. Hanya dengan memiliki ketenaran, mereka sudah bisa menjadi anggota parpol. Dalam demokrasi, menjadi anggota parpol asal ada uang semua menjadi mudah, tidak ada kualifikasi tertentu yang harus mereka penuhi.

Bisa dibayangkan, jika para artis yang biasa bermain sesuai skenario, ketika mereka duduk sebagai anggota dewan, mereka tentu tetap memainkan perannya “sesuai skenario”. Orang yang membuat skenario tentu saja orang yang membiayai mereka saat pesta demokrasi.

Itulah fakta dari sistem sekuler kapitalisme, di mana negara dipisahkan dengan agama dan agama dipisahkan dengan kehidupan. Pada saat para penganut sekuler menjalani kehidupan dalam hal ini sebagai pemangku jabatan, mereka sama sekali tidak menghadirkan Sang Khaliq sebagai Pengawas dan Pengatur kehidupan, sehingga tidak menutup kemungkinan amanah tidak bisa dijalankan sebagaimana tuntunan dari Allah SWT. Sekularisme yang merupakan akidah dari sistem kapitalisme, sistem yang berazaskan manfaat dan kekuasaan berada di tangan pemilik modal. Jadi, jangan sampai nanti para artis hanya menjalankan skenario para pemilik modal yang telah memodali mereka pada saat pelaksanaan pilkada atau pemilihan caleg.

Berbeda dengan sistem Islam, perlu dipahami oleh setiap Muslim bahwa Islam bukan sekadar agama ruhiyah. Islam adalah ideologi yang memiliki sistem kehidupan secara menyeluruh. Paradigma Islam tentang politik, bukan hanya masalah kekuasaan, melainkan soal mengurusi urusan umat. Parpol tidak boleh sekadar fokus pada suara. Parpol yang sahih dalam Islam harus dibangun atas pemikiran (fikrah) Islam sebagai ideologi, memiliki metode yang jelas (tarekat) dalam perjuangannya, diisi oleh anggota yang paham fikrah dan thariqahnya, serta diikat dengan ikatan akidah, yaitu Islam. Jadi, parpol Islam tidak akan menggaet figur hanya demi meraih suara. Namun, parpol akan menggembleng anggotanya untuk memahami terlebih dahulu fikrah dan tarekat partai sebelum membolehkan mereka masuk menjadi anggota. 

Jelas parpol dalam Islam beranggotakan orang-orang yang bersyaksiyah (berkepribadian) Islam. Mereka mewakili umat di suatu lembaga yang disebut majlis umat, fungsi mereka berbeda dengan anggota legislatif dalam demokrasi. Fungsi majlis umat dalam sistem Islam adalah sebagai pengoreksi pemberi kebijakan dan sebagai penyampai aspirasi umat, bukan sebagai pembuat undang-undang, seperti halnya dalam demokrasi. 

Umat yang cerdas tentunya akan memilih para pemimpin atau wakilnya yang amanah, yang takut akan penghisaban di yaumil akhir kelak dan pemimpin yang memahami mana yang haq dan mana yang batil, tentunya dengan berlandaskan pada hukum syarak, yakni syariat Islam. Wallahu a'lam bishshawab. []


Enung Nurhayati
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update