TintaSiyasi.id -- Maraknya kasus bunuh diri saat ini mengalami peningkatan seolah menjadi jalan terakhir dalam menyelesaikan masalah kehidupan. Hal ini menunjukkan betapa sekarat dan lemahnya mental Masyarakat. Lain halnya dengan negara Jepang dan Korea Selatan yang terkenal sebagai negara dengan angka bunuh diri tertinggi. Bahkan 2 negara ini sampai memfasilitasi masyarakatnya untuk bunuh diri seperti di hutan sehingga tidak menganggu fasilitas umum.
Secara signifikan angka bunuh diri semakin meningkat. Data World Health Organization (WHO) 2019, rasio bunuh diri di Indonesia sebesar 2,4 per 100.000 penduduk. Maka jika diasumsikan jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa, diperkirakan ada 6.480 kasus bunuh diri pada tahun tersebut.
Kasus Bunuh Diri di Indonesia
Sungguh miris secara data nasional, Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menjelaskan provinsi bali menjadi peringkat pertama angka bunuh diri mencapai 135 kasus sepanjang 2023. Kemudian data kasus bunuh diri provinsi daerah lain. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati peringkat kedua jumlah tingkat kasus bunuh diri. Sementara di peringkat ketiga ditempati Provinsi Bengkulu. Disusul Aceh yang menempati posisi buncit dari seluruh provinsi di Indonesia. Ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang Januari - Oktober 2023. Maka dirata-rata setiap hari setidaknya ada 3 orang bunuh diri (CNN Indonesia, 02/07/24).
Bantul, daerah Yogyakarta pada Maret 2023, ditemukan seorang pria tewas gantung diri di atap mushola. Kemudian kabupaten malang pada pertengahan desember 2023 di kagetkan dengan meninggalnya 1 keluarga yang bunuh diri karena terlilit hutang. Kasus bunuh diri paling banyak ditemui di perumahan atau permukiman (741 kasus), kemudian di perkebunan (104 kasus), dan persawahan (18 kasus). (Katadata, 18/10/23).
Irisan Antara Judol dan Pinjol
Center for Financial and Digital Literacy (CFDL), tercatat 51 orang melakukan bunuh diri karena terjerat pinjol sejak 2019 hingga Desember 2023. Sepanjang 2023 hingga April 2024, sudah ada 14 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri yang dipicu oleh judol. Kasus terbaru, seorang pria di Ciputat, Tangerang Selatan (07/07/24) ditemukan tewas gantung diri karena terjerat utang pinjol puluhan juta dan kalah main judol. Secara logis, makin banyak kasus bunuh diri terkait pinjol, judol, maupun faktor lainnya jika kehidupan kapitalisme sekuler masih berlangsung.
Pelaku bunuh diri hanya 1 atau 2 orang kemungkinan masih bisa dikatakan hal ini adalah masalah individu. Namun, jika bukan lagi satuan tetapi sudah ratusan kasus, maka hal ini bukan hanya fenomena biasa, tetapi menjadi tren. Tren bunuh diri ini menunjukkan buruknya mental Masyarakat yang tidak kuat menghadapi tantangan dan ujian hidup.
Faktor Biologis dan Psikososial
Dokter spesialis kejiwaan atau psikiater RSUP Prof Ngoerah, Anak Ayu Sri Wahyuni membeberkan penyebab tingkat bunuh diri di Bali paling tinggi di Indonesia. Dua penyebabnya, kata dia, yaitu meliputi faktor biologis dan psikososial (CNN Indonesia, 02/07/24). Faktor biologis berkaitan dengan keluhan fisik yang merasa dirinya lemah dan merasa tak berguna sedangkan psikososial korban memiliki kerentanan dalam bertahan hidup bahkan tertekan dengan masalah yang dihadapi.
Cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, setidaknya ada dua pemicu kasus bunuh diri. “Kita bisa melihat setidaknya ada dua pemicu, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Ia melanjutkan, faktor eksternal turut berpengaruh terhadap ketahanan mental. “Kehidupan yang serba materialistis, hedonistik, pencitraan yang begitu rupa, ia terima melalui media—khususnya media sosial—itu kan sangat masif”.
Lemahnya mental Masyarakat karena pandangan hidup sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Masyarakat mengalami krisis identitas sebagai seorang manusia serta krisis keimanan sebagai seorang hamba yang membuat seseorang mudah goyah, gampang tersulut emosi, nafsu sesaat, hingga pikiran yang kalut.
Solusi Tidak Sampai ke Akar Masalah
Lantas peran negara hanya sebatas membatasi akses konten, tetapi akar dari masalah, yakni pemikiran dan gaya hidup kapitalisme sekuler tidak dihilangkan. akibat gempuran pemikiran inilah Masyarakat memiliki mental dan kepribadian rapuh serta lemah. Mereka kerap dijejali dengan kesenangan sesaat hingga lupa cara menjalani hidup dan menyelesaikan masalah dengan cara pandang Islam.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Indra mendorong para ahli psikologi untuk bersama-sama mencegah tindakan bunuh diri, termasuk para pemuka agama. "Termasuk pemimpin-pemimpin agama untuk perlu diberikan pencerahan bahwa bunuh diri bukan jalan untuk menyelesaikan masalah, masih ada cara lain," tutur mantan Kalaksa BPBD Bali itu. Dewa Indra juga mengatakan “Pemprov Bali berencana untuk menyediakan program konseling bagi masyarakat jika dirasa diperlukan. Namun, permasalahannya tidak ada yang dapat mengetahui seseorang akan bunuh diri”.
Sistem ekonomi liberal telah membuat rakyat berhadapan dengan situasi dan kondisi yang sulit, seperti sulit mencari pekerjaan serta susah mendapatkan kebutuhan pokok, akibat kebijakan negara. Di sisi lain, sistem pendidikan sekuler gagal membentuk karakter dan kepribadian Islam yang kuat. Puluhan tahun pendidikan kita bergelut dengan sekularisme ternyata menghasilkan individu sekuler, materialistis, hedonis, jauh dari visi mulia, bahkan lemah secara psikis.
Solusi Dalam Islam
Dalam Islam, fungsi negara adalah melayani dan mengurusi kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Salah satunya ialah menyelenggarakan pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Dengan begitu, pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik.
Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai tuntunan Islam. Dengan pola ini, generasi akan terdorong menjadi problem solver dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan, baik itu pada level individu maupun yang terjadi di tengah masyarakat. Bukan sebaliknya, yakni trouble maker sebagaimana sistem pendidikan sekuler hari ini.
Negara Islam (Khilafah) juga akan menerapkan kebijakan ekonomi Islam secara kaffah. Di antara faktor terbanyak seseorang melakukan bunuh diri adalah ekonomi. Maka negara membuka lapangan kerja yang banyak. Di antara faktor penyebab menjamurnya judol dan pinjol hingga memicu seseorang bunuh diri adalah sulitnya mencari nafkah di sistem kapitalisme. Dengan optimalisasi ini, serapan jumlah SDM akan jauh lebih besar. Jika disokong sistem pendidikan yang melahirkan SDM-SDM mumpuni dan ahli, negara dapat memanfaatkan keahlian dan tenaga SDM dalam memenuhi lapangan kerja yang tersedia dalam industri-industri tersebut.
Oleh: Maulida Nafeesa, M.Si
Pemerhati Pendidikan