Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Niat Harapan Anda Jangan Sampai Melampaui Selain Allah

Sabtu, 01 Juni 2024 | 13:59 WIB Last Updated 2024-06-01T06:59:55Z

TintaSiyasi.id -- Ibnu Athaillah dalam Kitabnya Al-Hikam berkata, "Niat Harapan Anda jangan sampai melampaui selain Allah. Allah Yang Maha Pemurah itu tidak bisa dilampaui oleh harapan-harapan."

Kutipan tersebut berasal dari Ibn Athaillah al-Iskandari, seorang ulama dan sufi terkenal dari Mesir, yang karya-karyanya sangat berpengaruh dalam dunia tasawuf. Dalam kitabnya yang terkenal, Al-Hikam (Kitab Kebijaksanaan), Ibn Athaillah memberikan banyak nasihat yang mendalam tentang hubungan manusia dengan Allah.

Mari kita telaah lebih dalam makna dari kutipan tersebut: "Niat Harapan Anda jangan sampai melampaui selain Allah."

1. Niat dan Harapan yang Terfokus:
• Ibn Athaillah menekankan pentingnya mengarahkan niat dan harapan kita hanya kepada Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak berharap pada makhluk atau hal-hal duniawi yang fana. Hanya Allah yang layak menjadi tujuan akhir dari segala harapan kita.

2. Kesucian Niat:
• Dalam tasawuf, niat yang tulus dan murni hanya untuk Allah adalah fondasi dari ibadah dan kehidupan spiritual. Harapan dan keinginan yang diarahkan kepada selain Allah bisa mengotori niat dan menjauhkan kita dari tujuan spiritual yang sebenarnya.

"Allah Yang Maha Pemurah itu tidak bisa dilampaui oleh harapan-harapan."

1. Keagungan dan Kemurahan Allah:
• Allah digambarkan sebagai Maha Pemurah, yang artinya kasih sayang, rahmat, dan pemberian-Nya tidak terbatas. Tidak ada harapan atau keinginan yang bisa melampaui kemurahan dan kebaikan Allah. Bahkan harapan terbesar manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebesaran rahmat Allah.

2. Ketergantungan kepada Allah:
• Kutipan ini mengajarkan bahwa kita seharusnya bergantung sepenuhnya kepada Allah, karena hanya Dia yang memiliki kemampuan untuk memenuhi semua harapan dan kebutuhan kita dengan cara yang terbaik. Ini adalah ajakan untuk tawakal (percaya sepenuhnya kepada Allah) dan ridha (menerima dengan lapang dada segala ketentuan Allah).



Nasihat dari Ibn Athaillah ini adalah panggilan untuk menjaga kemurnian hati dan niat, serta menggantungkan seluruh harapan hanya kepada Allah. Dalam konteks tasawuf, ini adalah salah satu cara untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan meraih kedamaian batin yang sejati. Harapan yang tertuju kepada Allah akan selalu terpenuhi dengan cara yang paling baik, meskipun mungkin berbeda dari apa yang kita bayangkan atau harapkan.

Tidak ada sesuatu yang bisa menyamai Allah. Tidak ada kekusaan yang bisa menyamai kekuasaan Allah.

Kutipan ini menegaskan keunikan dan keagungan Allah yang tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Mari kita eksplorasi makna dari pernyataan ini lebih lanjut: "Tidak ada sesuatu yang bisa menyamai Allah."

1. Keesaan Allah (Tauhid):
• Allah adalah satu-satunya Tuhan yang Esa, yang tidak memiliki sekutu, tandingan, atau saingan dalam wujud, sifat, dan perbuatan-Nya. Konsep ini adalah inti dari tauhid dalam Islam, yang menegaskan bahwa hanya Allah yang layak disembah.

2. Keunikan Allah:
• Allah memiliki sifat-sifat yang sempurna dan tidak tertandingi. Sifat-sifat ini termasuk Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Pengasih, dan lain-lain. Tidak ada makhluk atau entitas yang bisa menyamai atau menandingi sifat-sifat ini.

"Tidak ada kekuasaan yang bisa menyamai kekuasaan Allah."

1. Kekuasaan Mutlak Allah:
• Allah memiliki kekuasaan absolut atas seluruh alam semesta. Dia yang menciptakan, mengatur, dan memelihara segala sesuatu. Kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

2. Ketidakmampuan Makhluk:
• Makhluk, baik itu manusia, jin, atau malaikat, memiliki kekuasaan yang sangat terbatas dan bergantung pada izin dan kehendak Allah. Tidak ada makhluk yang memiliki kekuasaan atau kendali yang bisa mendekati apalagi menyamai kekuasaan Allah.

Implikasi Spiritual

1. Keimanan yang Kokoh:
• Memahami dan menginternalisasi keagungan dan keunikan Allah memperkuat iman seseorang. Ini membawa kita pada pengakuan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini berada di bawah kendali Allah yang Maha Bijaksana.

2. Ketundukan dan Kepasrahan:
• Menyadari bahwa tidak ada yang bisa menyamai Allah dalam kekuasaan-Nya mendorong kita untuk tunduk dan pasrah sepenuhnya kepada-Nya. Ini melahirkan sikap tawakal, di mana kita mempercayakan segala urusan kita kepada Allah dengan keyakinan bahwa Dia yang Maha Kuasa akan mengatur segala sesuatu dengan cara terbaik.

3. Penghindaran dari Syirik:
• Kesadaran bahwa tidak ada sesuatu pun yang bisa menyamai Allah mengajarkan kita untuk menjauhi syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Hanya Allah yang layak disembah dan diandalkan dalam segala hal.

Kutipan ini mengajarkan kita untuk selalu mengingat keagungan Allah dan kekuasaan-Nya yang tidak tertandingi, sehingga kita dapat memperkuat iman, meningkatkan ketundukan kita kepada-Nya, dan menjauhi segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya.

Ketika Anda menggantungkan harapan-harapan akan rezeki, maka menghadaplah kepada Yang Maha Memiliki langit dan Bumi yaitu Allah SWT.

Kutipan ini memberikan nasihat yang sangat penting tentang ketergantungan dan harapan dalam hal rezeki (penghidupan atau rizki). Mari kita bahas lebih mendalam makna dari nasihat ini:
"Ketika Anda menggantungkan harapan-harapan akan rezeki, maka menghadaplah kepada Yang Maha Memiliki langit dan Bumi yaitu 
Allah SWT."

1. Ketergantungan pada Allah dalam Hal Rezeki:
• Allah SWT adalah Pencipta dan Pemelihara seluruh alam semesta, termasuk rezeki bagi semua makhluk. Dengan menyadari bahwa Allah adalah sumber dari segala rezeki, kita diajak untuk menggantungkan harapan hanya kepada-Nya.

2. Tauhid Rububiyyah (Keesaan dalam Pemeliharaan):
• Dalam ajaran Islam, tauhid rububiyyah menekankan bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Tuhan) yang mengatur dan memelihara seluruh ciptaan-Nya. Dengan demikian, hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya.

3. Menghadap kepada Allah:
• Menghadap kepada Allah berarti berdoa, beribadah, dan meminta kepada-Nya dengan keyakinan penuh bahwa Dia akan memberikan yang terbaik. Ini juga berarti berusaha dan bekerja dengan niat yang tulus karena Allah, seraya memohon keberkahan dalam setiap usaha kita.

Implikasi Praktis

1. Keyakinan dan Keimanan yang Kokoh:
• Memahami bahwa Allah adalah sumber dari segala rezeki memperkuat keyakinan kita kepada-Nya. Ini menghindarkan kita dari ketergantungan pada makhluk atau hal-hal duniawi lainnya.

2. Usaha dan Doa:
• Seseorang harus berusaha mencari rezeki dengan cara yang halal dan sesuai dengan ajaran Islam, seraya tidak lupa untuk selalu berdoa memohon pertolongan dan keberkahan dari Allah. Usaha tanpa doa bisa menjadi kesombongan, sedangkan doa tanpa usaha adalah kemalasan.

3. Ketenteraman Batin:
• Menggantungkan harapan rezeki kepada Allah membawa ketenteraman batin. Seseorang yang yakin bahwa rezeki diatur oleh Allah akan lebih tenang menghadapi situasi sulit, karena dia percaya bahwa Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik.

4. Jauhi Sifat Tergesa-gesa dan Keputusasaan:
• Ketika menghadapi kesulitan dalam rezeki, penting untuk tidak tergesa-gesa atau berputus asa. Sabar dan tawakal (berserah diri kepada Allah) adalah kunci dalam menghadapi ujian ini, dengan keyakinan bahwa Allah selalu mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Kesimpulan

Nasihat ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu, termasuk rezeki, berada di tangan Allah yang Maha Kuasa. Dengan menggantungkan harapan hanya kepada-Nya dan menghadap kepada-Nya dalam setiap usaha dan doa kita, kita akan mendapatkan ketenteraman batin dan keberkahan dalam rezeki yang kita terima. Ini mengajarkan kita untuk selalu mengutamakan Allah dalam segala aspek kehidupan kita, terutama dalam mencari rezeki dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Ketika Anda menggantungkan harapan-harapan akan kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan, maka menghadaplah kepada Allah SWT.

Allah SWT Berfirman:

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ  

“ Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl (16): 97)

Kutipan ini mengandung pesan yang sangat penting tentang ketergantungan pada Allah SWT dalam mencari kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan. Mari kita bahas makna dari nasihat ini lebih mendalam: "Ketika Anda menggantungkan harapan-harapan akan kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan, maka menghadaplah kepada Allah SWT."

1. Ketergantungan pada Allah untuk Kedamaian:
• Kedamaian sejati datang dari Allah. Dalam hati yang beriman dan penuh kepercayaan kepada-Nya, akan ditemukan ketenangan dan ketenteraman. Al-Qur'an menyatakan bahwa dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang (Q.S. Ar-Ra’d: 28).

2. Kebahagiaan dari Allah:
• Kebahagiaan yang sejati tidak hanya berasal dari kenikmatan duniawi, tetapi dari hubungan yang kuat dan ikhlas dengan Allah. Kebahagiaan ini lahir dari rasa syukur, sabar, dan ridha atas ketentuan Allah.

3. Keamanan yang Hanya Allah Dapat Berikan:
• Allah adalah Pelindung yang sejati. Hanya Dia yang mampu memberikan rasa aman dan perlindungan dari segala bentuk bahaya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

Implikasi Praktis

1. Menghadap kepada Allah dalam Doa:
• Menghadap kepada Allah berarti berdoa dan memohon pertolongan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Doa adalah salah satu cara untuk mengungkapkan harapan kita kepada Allah, meminta kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan dari-Nya.

2. Membangun Keimanan yang Kuat:
• Keimanan yang kuat akan membawa seseorang untuk selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan. Keimanan ini menjadi sumber kekuatan dan ketenangan ketika menghadapi cobaan hidup.

3. Berusaha dengan Tawakal:
• Selain berdoa, kita juga harus berusaha dengan sepenuh hati, sambil bertawakal kepada Allah. Tawakal adalah sikap berserah diri setelah melakukan usaha, dengan keyakinan bahwa Allah akan mengatur hasil yang terbaik.

4. Menjaga Hubungan dengan Allah:
• Menjaga hubungan yang baik dengan Allah melalui ibadah yang ikhlas, membaca Al-Qur'an, berzikir, dan melakukan kebaikan akan membawa kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan dalam hidup.

Contoh Nyata

1. Kedamaian dalam Ujian:
• Seseorang yang menghadapi ujian berat dalam hidupnya akan menemukan kedamaian ketika dia yakin bahwa Allah adalah Penolongnya. Dengan berdoa dan berserah diri kepada Allah, dia akan merasakan ketenangan meskipun dalam keadaan sulit.

2. Kebahagiaan dalam Kesederhanaan:
• Kebahagiaan tidak selalu berhubungan dengan kekayaan atau kesuksesan duniawi. Seseorang yang hidup sederhana tetapi memiliki hubungan yang kuat dengan Allah akan merasa lebih bahagia karena hatinya penuh dengan rasa syukur dan ridha.

3. Keamanan dari Rasa Takut:
• Dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian atau bahaya, seseorang yang menggantungkan rasa aman kepada Allah akan merasakan perlindungan dan ketenangan. Dia yakin bahwa Allah selalu menjaganya dan memberikan yang terbaik.

Kesimpulan

Nasihat ini mengajarkan kita untuk selalu menghadap kepada Allah ketika mencari kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan. Dengan bergantung pada Allah, kita akan menemukan ketenangan batin dan rasa aman yang sejati, yang tidak dapat diberikan oleh hal-hal duniawi. Ini mengingatkan kita bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan dan perlindungan, dan hanya dengan mendekat kepada-Nya kita bisa meraih hidup yang damai, bahagia, dan aman. Ketika Anda menggantungkan harapan-harapan akan perlindungan dan penjagaan dari orang dzalim ataupun musuh, maka menghadaplah kepada Allah SWT.

Kutipan ini memberikan nasihat penting tentang kepada siapa kita seharusnya menggantungkan harapan ketika menghadapi orang-orang dzalim atau musuh. Mari kita eksplorasi makna dari nasihat ini lebih dalam: "Ketika Anda menggantungkan harapan-harapan akan perlindungan dan penjagaan dari orang dzalim ataupun musuh, maka menghadaplah kepada Allah SWT."

1. Ketergantungan pada Allah untuk Perlindungan:
• Allah adalah Al-Hafiz (Maha Memelihara) dan Al-Mu’min (Maha Pemberi Keamanan). Ketika kita menghadapi ancaman dari orang dzalim atau musuh, hanya Allah yang dapat memberikan perlindungan sejati. Memohon perlindungan kepada-Nya berarti menyadari bahwa kekuatan manusia terbatas dan bahwa perlindungan yang sejati hanya datang dari Allah.

2. Menghadap kepada Allah dalam Keadaan Sulit:
• Dalam menghadapi kesulitan dan ancaman, menghadap kepada Allah melalui doa dan tawakal adalah cara terbaik untuk mencari perlindungan. Allah telah berjanji dalam Al-Qur'an untuk melindungi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa (Q.S. Al-Baqarah: 286).

Implikasi Praktis

1. Doa dan Munajat:
• Menghadap kepada Allah dengan doa dan munajat (permohonan yang tulus) adalah langkah pertama ketika kita merasa terancam oleh orang dzalim atau musuh. Doa seperti doa Nabi Yunus dalam perut ikan atau doa Nabi Musa saat dikejar oleh Fir'aun adalah contoh bagaimana doa dapat membawa perlindungan dari Allah.

2. Usaha yang Dibarengi dengan Tawakal:
• Selain berdoa, penting juga untuk berusaha mencari solusi dan cara untuk melindungi diri. Namun, semua usaha ini harus dibarengi dengan tawakal kepada Allah, yaitu keyakinan penuh bahwa Allah yang akan memberikan hasil terbaik.

3. Meminta Pertolongan Allah dengan Ibadah:
• Meningkatkan ibadah, seperti shalat, membaca Al-Qur'an, dan berzikir, dapat mendekatkan kita kepada Allah dan membuat kita lebih tenang serta yakin akan perlindungan-Nya. Ibadah adalah sarana untuk mendapatkan rahmat dan pertolongan Allah.

4. Menyandarkan Hati pada Keadilan Allah:
• Menyadari bahwa Allah Maha Adil memberikan ketenangan hati ketika menghadapi orang dzalim. Kita percaya bahwa Allah akan memberikan balasan yang setimpal kepada orang-orang yang berbuat dzalim, baik di dunia maupun di akhirat.

Contoh Nyata dari Al-Qur'an dan Hadis
1. Kisah Nabi Musa dan Fir'aun:
• Nabi Musa menghadap kepada Allah ketika dikejar oleh Fir'aun dan tentaranya. Allah kemudian membelah laut dan menyelamatkan Nabi Musa serta kaumnya, sementara Fir'aun dan tentaranya tenggelam (Q.S. Ash-Shu'ara: 63-66).

2. Kisah Nabi Ibrahim:
• Ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrud, Allah melindunginya dengan membuat api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim (Q.S. Al-Anbiya: 69).

Kesimpulan

Nasihat ini mengajarkan kita bahwa ketika menghadapi orang dzalim atau musuh, kita harus menggantungkan harapan kita kepada Allah SWT. Dengan berdoa, berusaha, dan tawakal, kita memohon perlindungan dari-Nya yang Maha Kuasa. Allah adalah sumber perlindungan yang sejati, dan hanya dengan menghadap kepada-Nya kita dapat merasa aman dan tenang dalam menghadapi segala ancaman. Ini mengingatkan kita untuk selalu bersandar kepada Allah dalam setiap situasi sulit dan memperkuat hubungan kita dengan-Nya melalui ibadah dan doa.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo 

Opini

×
Berita Terbaru Update