TintaSiyasi.id -- Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) hampir 10 juta penduduk generasi Z dengan rentang usia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan ( not in employment, education and training/NEET). Wilayah perkotaan lebih banyak masuk dalam kategori NEET yakni sebanyak 5,2 juta orang dibandingkan wilayah pedesaan yaitu 4,6 juta orang. Fenomena maraknya pengangguran generasi Z ini menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Generasi Z yang tercatat menganggur tersebut kebanyakan baru lulus SMA atau perguruan tinggi.
Penyebab generasi Z menganggur menurut analisa Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah, faktor utamanya adalah turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. (kompas.com, 24/05/2024)
Problem pengangguran memang masih menjadi PR besar pemerintah. Padahal pengangguran berkorelasi positif dengan kemiskinan, di mana kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kriminalitas dan kerawanan sosial sekaligus menjadi indikator minimnya tingkat kesejahteraan.
Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi pengangguran. Namun nampaknya belum membuahkan hasil. Bahkan pendidikan vokasional yang dicanangkan pemerintah yaitu pendidikan berorientasi kebidangan untuk menghasilkan lulusan siap pakai, faktanya tidak serta-merta terserap oleh dunia usaha, dunia industri dan dunia kerja. Penyebabnya ditengarai kurikulum yang tidak link and match dengan kebutuhan dunia kerja. Selain dinilai teoritis juga berbasis pada target menciptakan tenaga kerja kuli tidak berdaya saing tinggi.
Sistem ekonomi yang dijalankan pemerintah saat ini lebih pada proyek-proyek investasi asing yang kerap menyerap tenaga asing serta berbasis pada utang ribawi. Sedangkan sektor ekonomi nonriil hanya memacu pertumbuhan di atas kertas bahkan menyedot kekayaan rakyat ke tangan segelintir konglomerat.
Hal ini adalah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalis liberal menjadikan Indonesia tidak memiliki kemandirian dan kedaulatan. Negara berperan hanya sebatas regulator dan kadang berkolaborasi dengan kekuatan modal. Kebijakan ekonomi dan politik disetir oleh kapitalisme global. Cengkeraman Oligarki demikian kuat hingga situasi ekonomi pun rentan dipermainkan oleh kepentingan negara-negara besar. Maka wajar jika aset-aset kekayaan alam yang sejatinya melimpah ruah tidak bisa dimiliki sepenuhnya dan dimanfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja guna menyejahterakan rakyat.
Semestinya menciptakan lapangan kerja dan ruang berusaha yang kondusif menjadi prioritas kebijakan politik ekonomi sebuah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Apalagi lebih dari separuh jumlah penduduk yakni sekitar 69% (data Juni 2022) tergolong usia produktif.
Berbeda dengan Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (penjaga) bagi umat. Dimensinya akhirat sehingga siapa pun yang menjadi penguasa akan takut bila berbuat zalim dan tidak adil kepada rakyat. Sebagai pemimpin akan berusaha semaksimal mungkin mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan menerapkan syariat Islam sebagai tuntutan kehidupan.
Demi menjamin kesejahteraan, Islam mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja. Negara memberi support dengan sistem pendidikan yang memadai sehingga laki-laki mempunyai skill yang mumpuni namun juga memiliki kepribadian Islam. Tanah-tanah mangkrak lebih dari tiga tahun akan dikelola negara, ditawarkan kepada masyarakat yang mau mengelolanya sehingga roda perekonomian akan berputar merata tak berhenti pada orang kaya saja.
Negara menyediakan lapangan kerja dengan membuka akses luas pada sumber-sumber halal serta mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang apalagi asing. Sektor-sektor berpotensi besar seperti industri, pertanian, perkebunan, perikanan pertanian, pertambangan dan sejenis digarap serius sesuai aturan Islam.
Mengembangkan industri berat hingga mampu menyerap sumber daya manusia yang melimpah dengan kompetensi yang tidak diragukan sebagai output dari sistem pendidikan Islam. Negara juga dimungkinkan untuk memberi bantuan modal kepada rakyat. Bahkan mereka yang lemah tak mampu bekerja akan mendapatkan santunan oleh negara hingga mereka pun bisa tetap meraih kesejahteraan. Layanan publik dipermudah bila perlu digratiskan hingga rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tentu masih banyak lagi kebijakan strategis yang bisa dijalankan karena masalah pengangguran adalah masalah yang multikomplek sehingga penanganannya pun dilakukan melalui berbagai arah kebijakan. Namun bila terjalin kerjasama yang menyeluruh baik dari penguasa, masyarakat dan berbagai pihak maka negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur akan tercipta.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Eti Setyawati
Aktivis Muslimah