Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

HET Beras Naik Permanen: Inikah Akibat dari Tata Niaga Beras yang Kapitalistik?

Jumat, 31 Mei 2024 | 09:15 WIB Last Updated 2024-05-31T02:15:44Z

TintaSiyasi.id -- Harga Eceran Tertinggi (HET) beras bakal naik permanen. Dilansir dari Bisnis.com (24-5-2024), pemerintah akan menetapkan secara permanen relaksasi harga eceran tertinggi atau HET beras premium dan medium mulai Juni 2024. Pemerintah melalui kebijakan relaksasi mematok HET beras premium menjadi Rp14.900 per kilogram - Rp15.800 per kilogram. Sebelumnya, HET ditetapkan sebesar Rp13.900 per kilogram - Rp14.800 per kilogram menurut wilayah. Kemudian untuk beras medium, ditetapkan menjadi Rp12.500 per kilogram - Rp13.500 per kilogram dari sebelumnya Rp10.900 per kilogram - Rp11.800 per kilogram.

Masih di laman yang sama, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyampaikan, kenaikan HET beras sebetulnya hanya formalitas sebab pada kenyataannya harga beras sudah lama bergerak di level Rp13.000 per kilogram hingga Rp15.500 per kilogram, baik untuk jenis premium maupun medium. Menurut Ronny, daya beli konsumen sudah tertekan oleh harga beras yang tinggi sejak beberapa waktu lalu. Dengan demikian, adanya penetapan relaksasi HET beras menjadi permanen tidak akan terlalu berimbas terhadap daya beli masyarakat.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, menganggap kenaikan harga beras perlu dilakukan untuk menjaga nilai tukar petani. Bahkan bukan hanya beras, Mendag memastikan akan kembali menaikkan harga eceran tertinggi (HET) Minyakita menjadi Rp15.000‐Rp15.500 per liter, alasannya karena harga belum pernah diperbarui selama dua tahun. (Tirto, 29-5-2024)

Sebenarnya, kenaikan harga beras sudah terjadi sejak Desember 2023 dan mencapai puncaknya pada Februari 2024. Bahkan, harga beras hingga kini tidak kunjung menurun. Penetapan HET selama ini juga tidak kunjung mampu mengendalikan harga di pasaran.

Melambungnya harga beras disinyalir bukan sekadar persoalan harga semata, tetapi rusaknya tata niaga beras dalam sistem ekonomi yang kapitalistik. Dalam sistem ini, distribusi pasar dikuasai oleh produsen besar. Sedangkan negara hanya menempatkan diri sebagai regulator sehingga lemah dalam pengendalian harga.

Mengapa tata niaga beras yang kapitalistik menyebabkan HET beras naik permanen?
Apa dampak kenaikan HET beras permanen terhadap petani dan rakyat?
Bagaimana strategi yang komprehensif dalam menstabilkan harga beras di pasar?


Tata Niaga dalam Sistem Ekonomi Kapitalis Gagal Mengendalikan Harga Beras

Kenaikan harga beras di pasaran cenderung terus meningkat beberapa bulan terakhir. Bahkan, peningkatan harga beras sudah terjadi sejak akhir tahun lalu. Upaya pemerintah untuk menstabilkan harga beras dengan melakukan impor dalam jumlah besar pun tak kunjung membuat harga beras beranjak turun.

Pernyataan Mendag menganggap HET layak naik tentu cukup unik. Rakyat berharap pemerintah mampu mengendalikan harga sehingga harga beras tidak terus naik, apalagi tren kenaikan harga ini juga diikuti komoditas kebutuhan pokok lainnya secara bersama, seperti minyak goreng dan gula. 

Tentu yang sangat dibutuhkan rakyat saat ini turunnya berbagai kebutuhan pokok, bukan kenaikan HET beras permanen. Nyatanya, kebijakan HET juga tidak pernah mampu mengendalikan harga di pasar. Bahkan, pemerintah seakan melakukan pembiaran saat harga di pasar melebihi HET yang ditetapkan.

Periset Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menilai, jika menaikkan HET selalu menjadi solusi atas harga di masyarakat sudah tinggi, rakyat semakin terbebani. Kenaikan harga-harga pangan yang tidak sebanding dengan pendapatannya. (Tirto, 29-5-2024)

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, menilai rencana pemerintah menaikan HET ini sebenarnya adalah bahasa lain dari kegagalan pemerintah dalam menstabilkan harga Minyakita dan harga beras. Ronny mempertanyakan, apakah karena pemerintah malas atau karena memang benar-benar tidak mampu.

Pemerintah sudah seharusnya melakukan evaluasi kegagalannya dalam mengendalikan harga. Rencana kenaikan HET permanen hanya akan menjadi bentuk lari dari akar permasalahan yang sebenarnya. Akar masalah kenaikan harga beras merupakan imbas dari kebijakan tata niaga beras yang kapitalistik, menjadikan rantai distribusi yang panjang untuk sampai ke konsumen.

Dalam jalur distribusi, komoditas beras harus melalui banyak titik untuk sampai kepada konsumen. Inilah yang mengakibatkan tingginya harga serta mengapa banyak petani dan pedagang eceran tidak menikmati harga yang tinggi. Titik pertama, petani menjual gabah kepada tengkulak atau pemotong padi, setelah dikeringkan kemudian dijual kepada pemilik penggilingan, kemudian beras dijual ke pedagang grosir berskala besar yang memiliki gudang penyimpanan. Di tangan pedagang grosir berskala besar inilah pendistribusian dilakukan kepada pedagang grosir berskala kecil di tingkat provinsi seperti pasar atau kepada pedagang grosir antar pulau. Pihak terakhir inilah yang akan menjual beras kepada para pedagang eceran.

Kepala Center for Indonesian Policy Studies, Hizkia Respatiadi menilai, dalam setiap rantai distribusi, margin laba terbesar dinikmati oleh para tengkulak, pemilik penggilingan padi atau pedagang grosir. Di Pulau Jawa, margin laba ini berkisar antara 60-80 persen per kilogram. (Bisnis.com, 17-1-2028)

Tata niaga pendistribusian beras yang panjang dalam sistem ekonomi kapitalis ini yang menyebabkan kegagalan pemerintah mengendalikan harga beras. Para kapitalis asal memiliki modal, mampu menguasai pasar dengan menahan pasokan beras hingga memonopoli harga di pasar. Inilah kerusakan dan kegagalan tata niaga dalam sistem ekonomi kapitalis, pemerintah tentu bukan tidak mengetahui, tetapi ini karena pemerintah dalam kapitalisme layaknya sebagai regulator atas kepentingan para kapitalis. 


Kenaikan HET Beras Permanen Tak Sejahterakan Petani dan Rakyat

Melihat bagaimana tat niaga sistem ekonomi kapitalis dalam hal pendistribusian beras, yang menjadi akibat mahalnya harga beras tentu nampak siapa yang akan memperoleh keuntungan terbesar dari kenaikan harga beras ini.

Dilansir dari Bisnis.com (27-5-2024), Dua emiten beras, PT Buyung Poetra Sembada Tbk. (HOKI) dan PT Wahana Inti Makmur Tbk. (NASI, diperkirakan menuai katalis positif dari rencana penetapan relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras secara permanen. Baik HOKI maupun NASI, merupakan produsen beras premium. HOKI, dikenal dengan merek Cap Topi Koki, sementara NASI memiliki produk beras premium bernama Dua Tani.

Masih dilaman yang sama, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menyatakan penjualan NASI hingga kuartal I/2024 mencapai Rp23 miliar, tumbuh 50% YoY. Alhasil, penetapan relaksasi HET beras secara permanen akan mendorong pendapatan masing-masing emiten di tengah permintaan konsumsi yang meningkat.

Kenaikan harga beras beberapa bulan terakhir nampak telah mempengaruhi aktivitas jual beli saham produsen beras merek Topi Koki yakni PT Buyung Poetra Sembada Tbk. (HOKI) oleh investor individu pada Maret lalu.

Ini memperjelas, kebijakan kenaikan HET permanen bakal lebih menguntungkan para kapitalis yang menguasai distribusi beras di pasar. Sedangkan bagi rakyat, kenaikan HET permanen ini sudah dapat dipastikan membuat hidup mereka makin sulit untuk dapat menjangkau harga beras. Apalagi, kenaikan harga beras ini diikuti dengan kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok lain, begitu juga kenaikan harga barang dan jasa yang lainnya.

Para petani pun tak akan disejahterakan dengan kenaikan HET permanen beras, meskipun mungkin akan ada kenaikan penetapan harga pembelian pemerintah atau HPP gabah dan beras. Pasalnya, selain kebutuhan pokok sehari-hari yang turut naik juga diperparah dengan mahal dan langkanya harga pupuk yang membuat biaya produksi petani semakin mahal. 

Oleh karena itu, kenaikan HET beras permanen tidak akan mensejahterakan rakyat dan petani. Ini semakin menunjukkan kegagalan sistem ekonomi kapitalis dalam menjamin kesejahteraan rakyat ataupun petani.


Solusi Komprehensif Islam Menstabilkan Harga Beras

Kapitalisme dengan sistem ekonominya telah menunjukkan kegagalan dalam mengendalikan harga beras. Maka, ini berbeda dengan sistem Islam. Negara dalam Islam memiliki langkah-langkah untuk menjaga agar harga beras stabil dan rakyat mudah membelinya dan menjadikan distribusi beras dalam kendali negara bukan perusahaan.

Bertumpu dari hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa imam atau khalifah adalah raain atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya, maka negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya per individu-individu, termasuk kebutuhan beras.

Ketika terjadi kenaikan harga beras, maka negara akan mencari akar permasalahannya, apakah terletak pada proses produksinya ataukah pada proses pendistribusiannya, adapun mekanismenya:

Pertama, masalah proses produksi. Negara akan meningkatkan hasil produksi, baik dari lahan pertanian milik negara maupun milik petani. Untuk mendorong para petani, negara memberi bantuan bibit, pupuk, dan berbagai kebutuhan pertanian secarabmudah dan murah.

Kedua, masalah proses distribusi. Negara akan memastikan tidak adanya penimbunan beras dan akan menindak tegas dan langsung apabila terjadi pelanggaran. Kemudian akan mengembalikan barang-barang tersebut kembali ke pasar. Tata niaga pendistribusian dalam Islam tidak akan panjang seperti sistem ekonomi kapitalis, petani dapat menjual berasnya langsung kepada konsumen atau tengkulak, dan konsumen akan mendapat harga terjangkau dari produsen.

Syariat Islam pun melarang adanya intervensi harga, Rasulullah SAW bersabda, "Allah-lah Dzat yang Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rizki, Memberi rizki, dan Mematok harga," (HR. Ahmad).

Namun, berbeda ketika di suatu wilayah terjadi kelangkaan barang akibat bencana ataupun ketidakmampuan produksi, maka Islam tidak melarang negara melakukan intervensi barang ke pasar. Kebijakan ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika wilayah Syam terkena wabah, jhalifah meminta suplai barang dari Irak.

Tata niaga sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara ini akan mampu menjaga agar harga beras stabil dan rakyat mudah membelinya, serta distribusi beras pun dalam kendali negara bukan perusahaan.


Penutup 

Kenaikan HET permanen tidak akan mampu mengendalikan harga di pasar. Ini karena akar masalah kenaikan harga terletak pada rantai distribusi beras yang panjang untuk sampai ke konsumen. Terlebih monopoli para kapitalis menjadikan mereka menguasai pasar hingga dapat mempermainkan harga. Inilah kegagalan tata niaga sistem ekonomi yang kapitalistik dalam mengendalikan harga.

Kenaikan HET beras permanen terbukti menguntungkan para kapitalis yang menguasai rantai distribusi beras di pasar. Namun, dapat dipastikan kebijakan ini tak mensejahterakan rakyat ataupun petani. Mereka akan kesusahan menjangkau harga beras, ataupun harga kebutuhan lainnya yang turut berimbas naik.

Tata niaga sistem ekonomi Islam menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras dari akar masalahnya, baik masalah proses produksi maupun distribusi. Sehingga negara akan mampu menjaga agar harga beras stabil dan rakyat mudah membelinya, serta distribusi beras pun dalam kendali negara bukan perusahaan. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Opini

×
Berita Terbaru Update