“Pungutan pajak sebenarnya bukan
bagian dari ajaran syariat, bahkan dilarang dalam Islam. Maka jika pajak
dihapuskan, harga barang pun akan turun,” ujarnya dalam presentasi bertajuk Ada
Apa dengan 1 Juli?, Ahad (06/07/2025).
Jika harga barang turun, lanjutnya, pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan yang bisa digunakan oleh rakyat dan
mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Meninjau dari perspektif Islam, ia
menegaskan bahwa pajak dalam bentuk seperti SST merupakan pengambilan harta
rakyat tanpa hak, dan hal itu tergolong haram menurut syariat.
Ia mengutip sabda Rasulullah saw. “Tidak
akan masuk surga orang yang memungut pajak.”. (HR Ahmad, Al-Darimi, dan Abu
Ubaidah)
“Kalau tidak masuk surga, berarti
tempatnya di neraka. Begitu beratnya dosa memungut pajak,” ucapnya dengan
serius.
Ia juga mengingatkan, “Islam itu
memiliki sistem ekonominya sendiri. Dalam sejarah hidup Nabi, tidak pernah ada
kisah bahwa Rasulullah saw. membebani umatnya dengan pajak tanpa batas.”
“Sistem keuangan negara Islam tidak
bertumpu pada pajak tetap yang dibebankan kepada rakyat, apalagi kepada kaum
fakir dan miskin. Artinya, dalam sistem keuangan Islam tidak ada ketergantungan
pada pajak,” ulasnya.
Menurutnya, sistem ekonomi Islam
tidak menjadikan pajak tetap sebagai sumber utama pemasukan negara. “Sebaliknya,
negara mengandalkan sumber-sumber yang syar’i seperti zakat, jizyah, fai,
dan usur. Semua itu dilakukan sesuai dengan hukum Islam,” jelasnya.
Sejahtera Tanpa Pajak
Menurutnya, bukti sejarah dari
kejayaan pemerintahan Islam terdahulu, seperti pada masa Umar bin Abdul Aziz,
di mana zakat tak bisa disalurkan karena tidak ditemukan lagi rakyat miskin
yang layak menerimanya.
Ia juga menampilkan kisah
kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, ketika Muaz bin Jabal yang ditugaskan
di Yaman mengembalikan zakat ke Madinah karena tidak ada lagi yang berhak
menerima.
“Umar menegur Muaz, ‘Aku tidak
mengutusmu untuk memungut pajak, tetapi untuk mengambil zakat dari orang kaya
dan membagikannya kepada orang miskin.’,” kisahnya.
Dari dua kisah itu, ia menekankan
bahwa zakat adalah mekanisme distribusi ulang kekayaan, bukan sumber pendapatan
negara yang bisa dikumpulkan seenaknya.
“Ini adalah bukti keberhasilan tata
kelola negara dalam sistem khilafah. Berbeda dengan kondisi negara-negara saat
ini yang cenderung menciptakan berbagai jenis pajak dengan dalih pembangunan,
namun rakyat tetap menanggung beban hidup yang tinggi,” sesalnya.
Solusi
Hazirah lalu menyarankan, “Bukan
bantuan tunai atau pemotongan pajak yang akan menyelesaikan masalah. Solusinya
adalah perubahan sistem secara menyeluruh.”
Ia menegaskan bahwa solusi sejati
bukan sekadar mengganti pemimpin dalam sistem yang rusak, tetapi mengganti
sistem itu sendiri.
“Sistem sekarang ini seperti bus yang
rusak di tengah jalan. Mau kita ganti sopirnya sehebat apa pun, tetap tidak
akan bisa membawa penumpang ke tujuan dengan selamat. Kecuali bus itu sendiri
yang diganti,” sebutnya menganalogikan.
Menurutnya, Islam menawarkan solusi
yang menyeluruh melalui sistem khilafah, sistem yang mengatur ekonomi tanpa
membebani rakyat, serta menjamin distribusi kekayaan yang adil.
“Islam tidak membiarkan kekayaan
hanya berputar di kalangan elit,” ujarnya.
Sebagai penutup, ia menyerukan agar
umat Islam melakukan introspeksi, menolak sistem yang menindas, dan
memperjuangkan sistem Islam sebagai solusi.
“Pajak bukan suatu keharusan. Ia
adalah hasil dari sistem yang zalim. Islam telah membuktikan bahwa negara bisa
maju dan rakyat sejahtera tanpa beban pajak,” pungkasnya.[] Aliya Ab Aziz