×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tanah Terlantar Diambil Negara, Akankah Dikelola Untuk Rakyat?

Rabu, 30 Juli 2025 | 20:09 WIB Last Updated 2025-07-30T13:09:34Z

Tintasiyasi.id.com --  Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa tanah yang dibiarkan tidak digunakan atau tanah terlantar selama dua tahun berpotensi diambil alih negara. Pemerintah Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar yang mengatur ketentuan tersebut. 

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana untuk mengambil alih paksa tanah dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) yang tak dimanfaatkan selama dua tahun menuai kritikan dari pengamat.

Seorang pengamat Tata Kota dan Transportasi Yayat Supriatna menyatakan,” Kalau bisnis itu harus clear and clean kalau dikelola oleh negara. Dan kalaupun diolah oleh negara, itu harus jelas dulu siapa yang mengelola dan punya modal berapa,jelasnya.' (18/7/2025).

Dalam hal pemerintah dinilai belum memiliki kerangka rencana yang jelas mengenai pemanfaatan lahan-lahan yang terlantar tersebut.
Nusron Wahid Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) menyebut negara bisa saja mengambil alih tanah bila tidak dimanfaatkan selama kurun waktu tertentu.

Pengambilalihan, tak hanya bisa terjadi untuk tanah bersertifikat HGU atau HGB saja.Pengambilalihan juga ternyata nanti juga bisa dilakukan negara terhadap tanah yang berstatus hak milik jika diterlantar pemiliknya.

Status Kepemilikan

Dalam Khilafah, tanah terbagi menjadi tiga jenis kepemilikan: individu, negara, dan umum. Negara tidak boleh menyerahkan tanah negara untuk dikuasai individu/swasta tanpa batas. 

Dalam pengelolaan tanah-tanah milik negara Khalifah akan menbuat proyek strategis yang menyentuh kebutuhan rakyat: permukiman, pertanian, infrastruktur umum. Tidak akan dijual ke asing atau dikuasai korporasi.

Tujuannya bukan laba, melainkan kesejahteraan dan keberkahan. Islam memiliki mekanisme pengelolaan tanah termasuk tanah terlantar dan tanah mati.

Lahan adalah milik umum, yaitu lahan yang di atas atau di dalamnya terdapat harta milik umum, berupa fasilitas umum (hutan, sumber mata air dsb), barang tambang yang sifatnya tidak terbatas, jalan, laut, dsb. 

“Negara tidak boleh merampas. tetapi juga tidak boleh dikelola/dikuasai individu. Negara hanya boleh mengelola,” tegasnya.
Terakhir, jelasnya, lahan milik negara, yaitu lahan yang tidak ada pemiliknya dan yang ditelantarkan selama tiga tahun." 

Ini dikuasai oleh negara, dikelola, dan dimanfaatkan sesuai kepentingan negara,” pungkasnya.
Di saat yang sama, banyak tanah milik negara yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum justru dibiarkan terbengkalai.

Pemerintah pun tidak memiliki rencana yang jelas untuk memanfaatkan lahan terlantar itu.Sehingga dapat memicu penyalahgunaan atau pengelolaan tidak tepat sasaran. Bahkan bisa jadi rakyat Kembali jadi korban, sementara pengusaha mendapat kemudahan.

Pengelolaan tanah selalu dikaitkan dengan ketersediaan anggaran, seolah kepemilikan tanah hanya bermanfaat jika menguntungkan secara finansial.

Padahal, tanah adalah sumber kehidupan. Kapitalisme menjadikan semua hal, termasuk tanah, tunduk pada kepentingan bisnis dan investor.

Tugas Negara

Sorang aktivis mengutarakan, seharusnya Negara memberikan lahan kepada pihak tertentu apabila itu milik negara. “Ketika seluruh aturan Islam telah ditegakkan, apa yang diharapkan akan terwujud, seperti para pengelola lahan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian karena punya motivasi,” ucapnya.

Dalam Islam hak kepemilikan tanah akan hilang jika tanah tersebut dibiarkan saja atau ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut. Negara akan memberikan tanah tersebut kepada orang lain yang mampu mengelolanya.

Kapitalisme menjadikan tanah sebagai komoditas, bukan amanah publik.Apalagi faktanya tanah dalam skema HGU dan HGB lebih banyak dikuasai korporasi besar, sementara rakyat kecil kesulitan memiliki lahan untuk tempat tinggal, bertani, atau berdagang. 

Peran Negara justru menjadi fasilitator kepentingan pemodal, bukan pelindung hak rakyat. Penarikan tanah telantar bahkan bisa jadi menjadi celah pemanfaatan tanah untuk oligarki.

Negara diperbolehkan mengambil tanah rakyat untuk kepentingan dan kemaslahatan umum denganadanya keridaan pemilik tanah. Jika pemilik tanah tidak rela,maka negara tidak boleh menggusur secara paksa, apalagi bertindak arogan.

Jika pemilik tanah rela, negara dapat memberikan ganti untung yang membuat pemilik tanah tidak mengalami kesusahan.

Khatimah

Status kepemilikan tanah dengan segala pengaturannya akan bisa dirasakan jika dalam naungan sistem Islam kafah. Dalam Islam, negara adalah sebagai pelindung, pengurus, dan bertanggung jawab penuh atas apa yang diurusnya. 

Banyak kezaliman yang terjadi akibat dari penerapan ideologi kapitalisme di negeri ini.Hanya sistem Islam kafahlah yang dapat menjawab dan mewujudkan bagaimana seharusnya negara berlaku adil dan amanah kepada rakyatnya.” Wallahu'alam bishshawwab."[]

Oleh: Fitri Susilowati
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update