×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kecurangan Pangan Bukti Kegagalan Sistem Kapitalis Sekuler

Minggu, 27 Juli 2025 | 05:45 WIB Last Updated 2025-07-26T22:46:00Z

TintaSiyasi.id -- Fenomena barang palsu atau oplosan sudah marak terjadi di Indonesia, mulai dari minyak goreng oplosan, pertamax oplosan dan kali ini bahan makanan pokok berupa beras juga tidak luput dari sasaran untuk dioplos. Sebagaimana ungkapan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman bahwa ada 212 merek beras yang tidak sesuai dengan standar mutu beras yang beredar. Dari hasil investigasi itu ditemukan adanya ketidaksesuaian antara berat dan mutu yang terlampir pada label kemasan. (nasionalkompas.com, 12 Juli 2025)

Sebagai contoh ada beberapa merek beras yang isinya hanya 4 kg, padahal di kemasan tertulis 5 kg. Selain itu, mereka juga mengklaim beras premium, padahal kualitasnya biasa saja. Alhasil, rakyat dirugikan dengan total kerugian 99 triliun dan jika dipertahankan bakalan mencapai 100 triliun rupiah akibat ulah para produsen beras nakal. (metrotvnews.com, 28 Juni 2025)

Praktik kecurangan dalam distribusi beras baik dari segi timbangan, mutu dan jenis adalah wajah buram dari buruknya sistem ekonomi kapitalis sekuler yang diterapkan hari ini. Sistem ini sangat sarat akan kepentingan para korporasi dan minim ketundukan terhadap nilai-nilai agama. 

Prinsip untung dan rugi dijadikan sebagai standar dalam berbisnis, bukan halal dan haram. Akibatnya, para produsen beras nakal ini melakukan pengoplosan beras dan mengurangi takaran. Meskipun, perbuatan itu adalah haram serta melanggar regulasi yang sudah diterapkan oleh negara. Mirisnya, pelakunya adalan para perusahaan besar yang seharusnya menjadi teladan dalam etika bisnis. Alhasil, lagi-lagi rakyat yang menjadi korbannya. 

Berlarutnya masalah ini, menunjukkan bahwa lemahnya pengawasan negara dalam menjamin kualitas produk yang dijual ke masyarakat. Serta lemahnya sanksi yang diberikan oleh negara. Sanksi yang diberikan oleh negara tidak menimbulkan efek jera terutama bagi para pelaku. Sehingga, praktik kecurangan ini akan terus berulang. 

Ditambah lagi, sistem pendidikan sekuler yang diterapkan hari ini terbukti gagal dalam mencetak individu yang bertakwa serta amanah dalam menjalankan bisnis. Output sistem pendidikan sekuler tidak menjadikan ketakwaan sebagai pondasi moral. Maka wajar saja, jika hukum syarak atau prinsip halal dan haram tidak dijadikan sebagai standar dalam melakukan perbuatan. 

Selain itu juga, ketidakhadiran peran negara dalam mengurusi pangan rakyat menambah faktor munculnya para produsen beras nakal. Karena pengelolaan dikuasai oleh para korporasi baik dari hulu maupun ke hilirnya yang orientasinya bisnis. Penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10 persen akibatnya negara tidak punya posisi tawar yang kuat (bargaining power) terhadap para korporasi. Tentu hal ini akan berimbas pada lemahnya pengawasan dan penegakan sanksi pada mereka. 

Berbeda dengan sistem Islam yakni khilafah. Islam memandang bahwa posisi jabatan tidak digunakan untuk mencari keuntungan duniawi, tetapi jabatan ini adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Sehingga, pejabat atau penguasa akan amanah dalam menjalankan tugas dan bertanggung jawab dalam menegakkan keadilan. Apalagi penguasa adalah pelayan rakyat yang bertindak sebagai pengurus (raain) dan pelindung (junnah) untuk rakyatnya. Bukan pelayan para korporasi seperti yang terjadi pada sistem kapitalis sekuler. 

Tegaknya keadilan dan terlaksananya aturan tidak bisa berjalan jika mengandalkan hanya dari satu aspek saja, tetapi didukung oleh tiga pilar utama. Yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat terhadap sesama dan berperan aktif dalam mengoreksi penguasa, serta penegakan aturan Islam secara menyeluruh oleh negara yang didukung oleh sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.

Islam juga menetapkan negara harus hadir secara utuh untuk mengurusi pangan, bukan hanya memastikan pasokan tersedia. Tapi negara akan mengontrol mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi. 

Dalam produksi, negara khilafah tidak akan membiarkan urusan vital seperti pangan jatuh kepada para korporasi yang berorientasi pada keuntungan semata. Untuk menjaga pasokan pangan negara khilafah juga menjalankan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Negara akan memastikan akses petani mulai dari modal, benih, pupuk dan alat pertanian bisa didapat dengan mudah dan murah. Serta negara juga akan memastikan agar tidak ada tanah yang terbengkalai karena dalam Islam tanah harus diproduktifkan. Selain itu, pengaturan kepemilikan tanah juga akan di atur dalam Islam agar tanah tidak dikuasai oleh segelintir orang.

Dalam distribusi, negara akan mengawasi rantai niaga agar berjalan jujur dan adil. Negara akan melarang penimbunan, riba, tengkulak dan kartel serta kecurangan-kecurangan lainnya. Dengan aturan menyeluruh ini harga menjadi wajar, harga stabil, dan pangan dengan mudah dapat diakses oleh seluruh rakyat.  

Selain itu, sistem Islam juga mempunyai lembaga khusus yakni Qadhi Hisbah. Lembaga ini bertugas untuk memastikan segala bentuk pelanggaran publik, termasuk kecurangan dalam perdagangan. Jika terjadi pelanggaran akan ditindak secara langsung dan akan diberikan sanksi yang menjerakan. 

Dengan begitu hanya sistem Islam yakni khilafah yang mampu memastikan kebutuhan pokok rakyat seperti pangan terpenuhi secara adil dan merata. Serta, mencegah manipulasi dan kezaliman dalam tata niaga. Inilah wujud nyata dalam sistem Islam yang menjadikan penguasa sebagai pelayan umat yang mengurusi rakyat serta melindungi rakyatnya. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Aqila Deviana, Amd.Keb.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update