TintaSiyasi.id -- Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia (Menko PM) Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) untuk kegiatan perjudian online (judol). Dia memastikan, masyarakat yang menggunakan uang bansos untuk judol tidak akan lagi mendapatkan bantuan dari negara
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa terdapat 571.410 orang penerima bantuan sosial yang juga terindikasi bermain judi online. Ketua Tim Humas PPATK M Natsir mengatakan, berdasarkan data PPATK tahun 2024, ada 28,4 juta nomor induk kependudukan (NIK) yang menerima bansos, lalu ada 9,7 juta NIK yang terindikasi bermain judol.(kompas.com, 12/7/2025)
Astagfirullah, lagi-lagi rakyat disuguhi berita yang bikin dahi mengkerut dan menyesakkan dada. Bagaimana tidak? Uang bantuan yang diharapkan bisa menyelamatkan rakyat justru lari ke meja judol. Bukan satu atau dua kasus, tapi sudah ribuan yang terdeteksi, bahkan ada yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bansos, ternyata aktif bermain judi online. Ironis? Sudah pasti. Tapi lebih dari itu ini adalah potret nyata kebobrokan sistem ekonomi kapitalis.
Karena faktanya, judi online itu bukan hanya soal moral individu. Lebih dari itu, ini soal sistem hidup yang membiarkan rakyatnya miskin lalu dicecoki hiburan semu untuk melupakan kemiskinan sejenak. Adapun bansos hanya jadi permen penenang, bukan solusi nyata. Ketika hidup makin sempit, pengangguran di mana-mana, harga-harga naik, tapi peluang usaha minim, maka berjudi tampak seperti "peluang instan". Hasilnya? Bukan kaya, tapi makin nelangsa.
Kemiskinan Sistemis dan Negara Gagal Melindungi Rakyat
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta jiwa. Angka ini bahkan bisa lebih besar kalau memakai kriteria kebutuhan hidup riil, bukan sekadar pendapatan Rp500 ribu/bulan. Di saat yang sama, pemerintah terus memotong subsidi, menaikkan pajak, dan membiarkan rakyat bergantung pada bansos yang jumlahnya tidak seberapa.
Dan ketika bansos dibelikan kuota untuk main judi, kita kaget? Padahal, rakyat sejak lahir sudah dididik dengan sistem sekuler, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya jadi urusan pribadi, sedangkan negara bersikap netral bahkan permisif terhadap kemaksiatan digital seperti judi online.
Mereka yang bermain judi jelas salah. Tapi sistem yang membiarkan judi tumbuh subur bahkan lebih bersalah. Banyak aplikasi dan situs judi online lolos dengan mudah, bahkan bebas beriklan terang-terangan di media sosial dan situs umum. Iklannya mencolok, menjanjikan materi berlimpah dengan cara mudah dan sayangnya tidak ada negara yang sungguh-sungguh menutup celahnya.
Mau blokir situs? Pemilik situs akan membuat domain baru. Mau menangkap pemain? Jumlahnya ribuan mulai dari anak-anak SD, pelajar, anak kuliahan, bapak-bapak hingga ibu rumah tangga. Mau tangkap bandar? Bandarnya lintas negara. Jadi, ruwet kayak benang kusut.
Solusi
Selama sistem kapitalis sekular yang diterapkan dalam sebuah negara, maka selama itu pula hukum dibuat bukan berdasarkan syariat Allah SWT. Judi dilarang agama, tapi dilegalkan secara terselubung karena dianggap "urusan individu dewasa". Inilah buah pahit dari sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan.
Islam tidak hanya mengharamkan judi (QS. Al-Ma'idah: 90), tapi juga menyediakan solusi tuntas bagi akar masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi, lemahnya iman dan negara yang abai.
Dalam sistem khilafah, negara hadir sebagai penanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat. Khilafah bukan negara pemalak pajak, bukan pula negara bisnis, tapi negara pengurus urusan umat.
Nabi Saw. Bersabda, "Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu maka khilafah akan:
Pertama, menjamin kebutuhan pokok rakyat. Khilafah memastikan tiga kebutuhan dasar manusia, seperti pangan, sandang dan papan terpenuhi secara layak individu per individu, bukan cuma diberi bansos sesekali, tapi diurus secara sistemik.
Pangan, disuplai lewat distribusi hasil pertanian dan zakat. Papan, difasilitasi melalui kepemilikan sah atas tanah, bebas riba. Di bidang pekerjaan, negara akan membuka lapangan kerja dengan mengelola sumber daya alam dan proyek publik tanpa swastanisasi.
Kedua, judi diharamkan dan dicabut hingga akarnya. Dalam khilafah, judi tak sekadar dilarang, tapi dicegah dan diberantas secara menyeluruh. Situs judi akan diblokir total, pelaku ditindak tegas, dan bandar dijatuhi sanksi syar’i.
Ketiga, negara membina rakyat dengan sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam demi menumbuhkan ketakwaan dan menjadikan halal-haram sebagai standar hidup. Sehingga generasi tumbuh menjadi generasi yang berkepribadian Islam. Sehingga senantiasa bersandar kepada halal dan haram saat melakukan perbuatan.
Keempat, sumber daya alam dikelola negara untuk kesejahteraan. Dalam khilafah, kekayaan alam seperti tambang, hutan, laut, dan energi adalah milik umum dan akan dikelola negara untuk kepentingan rakyat, bukan korporasi asing.
Keuntungan masuk baitul mal, untuk membiayai kesehatan, pendidikan, dan pembangunan. Tidak ada rakyat yang miskin karena negara hadir penuh.
Kelima, tidak ada pajak yang memberatkan rakyat. Rakyat tidak diperas lewat pajak setiap hari seperti di sistem kapitalis. Khilafah mengandalkan sumber pemasukan syar’i, seperti zakat, ghanimah, kharaj, jizyah, dan kepemilikan umum (tambang, air, dan energi).
Pajak (dharibah) hanya diterapkan sementara dalam kondisi darurat, yaitu saat kas baitul mal kosong dan pajak hanya bagi yang mampu.
Keenam, kontrol media. Media dalam khikafah hanya berisi konten yang mendidik, bukan menyesatkan.Tak ada iklan judi, konten vulgar, atau hiburan sesat.
Dengan demikian, maka generasi tumbuh dengan akidah kuat, berpikir kritis, dan tahu tujuan hidupnya bukan sekadar materi, tapi ridha Allah Ta'ala. Sungguh, indah sekali manakala sistem Islam benar-benar diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah. Tidakkah kita menginginkannya? []
Nabila Zidane
Jurnalis