Hossam Shabat, jurnalis Al Jazeera berusia 23 tahun, tewas saat meliput perang di Gaza. Mobil yang ditumpangi Shabat menjadi sasaran Israel di Beit Lahiya, kata para saksi. Peristiwa itu juga menewaskan sahabatnya, Mohammed Nidal. Ia dibunuh beberapa jam setelah Israel membunuh jurnalis Mohammad Mansour.
Sebelum Shabat, Israel telah membunuh 208 pekerja media sejak perang di Gaza meletus pada Oktober 2023. Tel Aviv telah melarang jurnalis asing masuk ke Gaza, sehingga reporter lokal harus meliput genosida tersebut. Sering kali mereka mempertaruhkan nyawa dan harta bendanya.
Jeremy Scahill, seorang jurnalis di DropSite News, mengatakan Israel telah menempatkan Shabat dalam daftar incaran dan membunuhnya. "Mereka melancarkan kampanye propaganda tercela untuk membenarkan pembunuhan Hossam, seperti yang telah mereka lakukan terhadap para dokter, pekerja PBB, dan anak-anak," tulis Scahill di X. (tempo.co, 26/3/2025)
Begitulah watak Zionis Israel yang licik dan pengecut. Keberadaan para jurnalis pro-Palestina sangat ditakuti oleh Israel. Mengapa? Karena mereka sering kali menyuarakan perspektif dan pengalaman rakyat Palestina, yang bertentangan dengan narasi Israel tentang konflik Israel–Palestina.
Para jurnalislah yang mengungkap kekerasan dan penindasan yang sering dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina yang dapat memengaruhi opini publik internasional.
Melalui kabar berita mereka, jurnalis dapat membangun kesadaran internasional tentang isu-isu yang dihadapi oleh rakyat Palestina.
Israel Melanggar Konvensi dan Hukum Internasional
Padahal, larangan membunuh jurnalis diatur dalam beberapa konvensi dan hukum internasional, termasuk:
Konvensi Jenewa
1. Konvensi Jenewa IV: Pasal 79 menyatakan bahwa jurnalis yang melakukan tugas jurnalistik di daerah konflik harus diperlakukan sebagai warga sipil dan dilindungi dari serangan.
Hukum Humaniter Internasional
1. Protokol I Konvensi Jenewa: Pasal 79 menyatakan bahwa jurnalis yang melakukan tugas jurnalistik di daerah konflik harus diperlakukan sebagai warga sipil dan dilindungi dari serangan.
Hukum Internasional tentang Hak Asasi Manusia
1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia: Pasal 3 menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup, dan Pasal 19 menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk kebebasan berekspresi.
Konsekuensi melanggar larangan dapat dituntut baik secara individu maupun negara karena negara yang membiarkan atau memfasilitasi pembunuhan terhadap jurnalis dapat diminta pertanggungjawaban secara internasional. Namun, semua organisasi yang mengawasi hasil konvensi dan hukum internasional, seperti Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dan Organisasi Internasional untuk Melindungi Jurnalis (CPJ) bagaikan macan ompong menghadapi kebrutalan Israel. Mengapa? Karena suara mereka terbungkam oleh veto Amerika Serikat, sekutu Israel yang sering kali digunakan untuk melindungi Israel dari sanksi atau tindakan lainnya.
Hal tersebutlah yang menjadi pemicu kemarahan internasional dan mendorong pemuda di negeri-negeri Muslim menekan penguasanya agar segera bergerak mengirimkan tentaranya untuk berjihad melawan kebrutalan Israel yang sudah terang-terangan melanggar konvensi dan hukum internasional.
Jihad dan Khilafah Solusi Palestina
Para jurnalis tersebut telah bertugas hingga menemui syahid demi memberitakan kondisi Gaza. Untuk itu, kaum Muslim memiliki kepentingan yang kuat untuk melanjutkan perjuangan reporter Hossam Shabat Ahmad dan 208 jurnalis yang telah syahid. Umat Islam harus terus bersuara untuk Gaza. Umat Islam harus mengopinikan solusi tuntas untuk mengakhiri penjajahan Zionis Israel, Amerika Serikat, dan sekutunya di Gaza.
Solusi tuntas tersebut berupa seruan jihad sebagaimana perintah Allah Ta‘ala dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 190:
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Artinya: Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Seruan solusi jihad inilah yang senantiasa ditawarkan oleh partai politik Islam ideologis Hizbut Tahrir untuk menyelesaikan penjajahan di Palestina. Sejak awal, Hizbut Tahrir istiqamah mengopinikan dan mendakwahkan solusi tersebut kepada umat, dan kini seruan jihad tidak hanya diserukan oleh Hizbut Tahrir, melainkan sudah menggema di berbagai negeri Timur Tengah dan negeri Muslim lainnya, seperti Mesir, Maroko, Suriah, Aljazair, Yordania, Mauritania, hingga Lebanon.
Agar seruan jihad ini menjadi pukulan mematikan bagi Zionis, maka kaum Muslim harus bersatu di bawah naungan institusi politik milik umat Islam, yakni Daulah Khilafah. Daulah Khilafah adalah satu-satunya kekuasaan yang menolong bagi umat Islam. Hanya Khilafah yang akan menjadi junnah atau perisai untuk melindungi umat Islam dari musuhnya. Fungsi junnah membuat Khilafah hadir untuk mengomando kaum Muslim dan tentara melakukan jihad fii sabilillah untuk segera mengakhiri penjajahan Zionis.
Namun hari ini, Khilafah itu tidak ada. Yang ada adalah penguasa di negeri-negeri Muslim yang terpisah pemikiran dan perasaannya dari kaum Muslim. Mereka justru menjadi pengkhianat umat Islam, khususnya Gaza. Seperti Turki dan Mesir.
Turki, Erdogan bisa mengirim pesawat tempur supercanggih demi membombardir para pemberontaknya, namun ia tidak kuasa mengirim pesawat tersebut ke pangkalan militer Zionis Israel. Lebih parahnya lagi, Mesir yang justru membangun tembok besar di perbatasan Rafah dan Mesir dengan dalih agar warga sipil Mesir tidak terkena peluru nyasar Israel.
Arab Saudi mampu mengirimkan pesawat tempurnya ke Yaman untuk membombardir Houthi, tetapi tak kuasa untuk mengirimnya ke Palestina guna mengusir Zionis Israel. Parahnya lagi, penguasa Arab tidak bersedia mengembargo penyaluran minyaknya ke Zionis Israel dengan alasan enggan berkonflik dengan AS.
Menyaksikan pengkhianatan para penguasa Muslim seharusnya menyadarkan umat akan kebutuhan mendesak sebuah sistem politik atau negara yang bebas dari kendali Barat.
Penguasa yang seharusnya mendidih darahnya saat saudara seakidahnya dibantai. Tetapi atas nama kepentingan negaranya, mereka memilih untuk menutup mata dan hatinya terhadap penderitaan rakyat Palestina.
Sebab, mereka terkungkung dalam ideologi kapitalisme, sehingga sekalipun mereka menjadi penguasa, mereka menjadi pelayan kepentingan ideologi kapitalisme. Demi Allah, mereka akan mendapatkan hisab yang sangat berat di yaumilakhir.
Oleh karena itu, umat Islam selain menyerukan kepentingan jihad untuk solusi tuntas dan syar‘i Palestina, umat juga harus menyerukan kebutuhan sulthanan nashira, Daulah Khilafah. Seruan ini menuntut umat berdakwah bersama partai politik Islam ideologis. Sebab, hanya partai ini yang memiliki fikrah dan thariqah yang shahih untuk mewujudkan penerapan syariat Islam. Dakwah inilah yang bisa mengetuk hati ahlul quwwah atau pemilik kekuasaan agar mereka mau menerapkan Islam secara kaffah dalam institusi negara.